Tuesday 12 June 2018

Latar Belakang

1.1. Latar Belakang

Industri keuangan telah berkembang demikian canggih dan menghasilkan berbagai produk keuangan dengan skema yang bermacam-macam. Promosi yang dilakukan industri keuangan kepada masyarakat umum juga cukup gencar. Padahal, tidak semua produk keuangan tersebut cocok dan menguntungkan bagi setiap orang (Morton, 2005). Data indeks literasi dan indeks utilitas sektor keuangan yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggambarkan kondisi masyarakat di Indonesia. Menurut data tersebut, secara keseluruhan mayoritas masyarakat telah menggunakan industri perbankan dan memiliki tingkat pemahaman yang cukup. Sedangkan untuk sektor keuangan lainnya seperti: asuransi, perusahaan pembiayaan, dana pensiun, pasar modal dan pegadaian; mayoritas masyarakat memiliki tingkat literasi rendah dan hanya sebagian kecil masyarakat yang telah menggunakannya.

Tabel 1.1. Indeks Literasi dan Indeks Utilitas Sektor Keuangan dari OJK
Perbankan Asuransi Perusahaan Pembiayaan Dana Pensiun Pasar Modal Gadai
Well literate 21.80% 17.84% 9.80% 7.13% 3.79% 14.85%
Sufficient literate 75.44% 41.69% 17.89% 11.74% 2.40% 38.89%
Less literate 2.04% 0.68% 0.21% 0.11% 0.03% 0.83%
Not literate 0.73% 39.80% 72.10% 81.03% 93.79% 45.44%
Utilitas 57.28% 11.81% 6.33% 1.53% 0.11% 5.04%
Sumber: www. ojk.go.id (8 Agustus 2015)

Di lain pihak, ketika memasuki era posmodernisme, konsumerisme semakin berkembang luas sehingga menjadi suatu fenomena internasional. Tanda-tanda konsumerisme yang menjadi ciri budaya konsumen dapat diamati sejak sebelum zaman modern. Kemudian mengalami perkembangan pesat pada era modern, yaitu tepatnya pada tahap kedua era industri di Eropa pada abad ke 18. Era industri memfasilitasi produksi barang-barang konsumsi secara massal, sehingga meningkatkan penawaran barang. Di sisi lain, ia meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga menciptakan kebutuhan baru akan konsumsi. Hal ini menjadi salah satu penyebab berkembangnya budaya konsumen di era posmodernisme (Stearns, 2001).

Penyebaran budaya konsumerisme ke seluruh dunia juga didukung dengan beberapa hal lainnya. Hal ini dimulai dengan kolonialisme dari Eropa ke seluruh dunia (Stearns, 2001). Pada era modern, penyebaran sistem ekonomi kapitalis terus berlanjut ke seluruh dunia (Kasser & Kanner, 2004). Di Indonesia, modernisme dalam teknologi serta permodalan asing yang digunakan untuk pembangunan, ikut membawa konsumerisme sebagai dampak samping (Heryanto, 2004). Kemajuan teknologi media massa dan periklanan juga berperan signifikan untuk mentransfer dan menyebarkan nilai-nilai simbolis pada masyarakat. Adanya pengaburan nilai guna dalam periklanan menyebabkan masyarakat melakukan konsumsi bukan sebagai upaya untuk pemenuhan kebutuhan, namun lebih sebagai pemenuhan keinginan (Nurist dan Surayya, 2010). Secara tidak sadar, pesan yang disampaikan oleh berbagai pihak seperti pemerintah, sistem pendidikan, para tokoh, dan seterusnya, sama, yaitu bekerja keras untuk mendapatkan lebih banyak uang agar dapat menghabiskan lebih banyak uang (Kasser & Kanner, 2004).

Di satu sisi, budaya konsumsi mendorong perkembangan ekonomi, tetapi di sisi lain ia dapat menimbulkan permasalahan. Gaya hidup berlebihan dan konsumtif merupakan bagian dari pengaruh negatif modernisasi dan globalisasi. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan budaya ke arah yang bertolak belakang dengan prinsip hidup madani (Tamanni dan Mukhlisin, 2013). Selain itu, juga terjadi pergeseran nilai yang semakin menyisihkan nilai-nilai dalam kebudayaan tradisional (Heryanto, 2004). Kualitas hidup masyarakat menurun karena bagi yang berpenghasilan rendah, konsumsi kebutuhan pokok dapat dikalahkan dengan keinginan untuk mengkonsumsi hal-hal yang tidak termasuk kebutuhan pokok (Alfitri, 2007). Kondisi ketidakmerataan (inequality) pada pendapatan, kekayaan, dan kekuasaan juga diperburuk dengan adanya konsumerisme (Dowd, 2009). Kemiskinan jenis baru, yaitu flawed consumer, muncul sebagai akibat dari pergeseran budaya etos kerja menjadi budaya estetika konsumsi (Bauman, 2005).

Istilah konsumerisme digunakan untuk menjelaskan kondisi materialisme yang berlebih-lebihan dan pembuangan sumber daya (Swagler, 2005). Konsep materialisme merupakan nilai utama yang mendasari nilai-nilai dalam budaya konsumen lainnya. Semakin banyak konsumsi yang dilakukan oleh seseorang maka semakin tinggi nilai orang tersebut dalam pandangan materialisme. Gaya hidup berdasarkan konsumsi juga dihubungkan dengan status kelas sosial ekonomi (Nurist dan Surayya, 2010). Titik berat materialisme ada pada kecukupan individu, dan bukan pada kecukupan golongan. Hal tersebut bertolak belakang dengan nilai-nilai kekeluargaan dan keagamaan (Solomon, 2013).

Referensi:
- Stearns, Peter N. (2001). Consumerism in World History: The Global Transformation of Desire. London: Routledge.
- Kasser, Tim dan Allen D. Kanner. Ed.(2004). Psychology and Consumer Culture: The Struggle for a Good Life in a Materialistic World. Washington, DC: American Psychological Association .
- Heryanto, Januar (2004). Pergeseran Nilai dan Konsumerisme di Tengah Krisis Ekonomi di Indonesia. Nirmana Vol. 6, No. 1, Januari 2004 hlm 52-62.
- Nurist dan Surayya (2010). Posmodernisme dan Budaya Konsumen. Diponegoro University: Institutional Repository. Jurusan Ilmu Komunikasi Fisip Undip.
- Tamanni, Luqyan dan Murniati Mukhlisin (2013). Sakinah Finance: Solusi Mudah Mengatur Keuangan Keluarga Islami. Solo: Tinta Medina.
- Alfitri (2007). Budaya Konsumerisme Masyarakat Perkotaan. Diterbitkan dalam Majalah Empirika Volume XI No 01.
- Dowd, Douglas (2009). Inequality and the Global Economic Crisis. USA: Pluto Press .
- Bauman, Zygmut (2005). Work, Consumerism and The New Poor: Second Edition. England: Open University Press.
- Swagler, Roger (2005). Evolution and Applications of the Term Consumerism: Theme and Variations. Diterbitkan pada Journal of Consumer AffairsVolume 28, Issue 2, Article first published online: 4 Mar 2005.
- Solomon, Michael R (2013). Consumer Behavior: Buying, Having, and Being (Tenth Edition). Essex, England: Pearson Education Limited.

No comments:

Post a Comment

Kerangka SNLKI OJK 2017

Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (Revisit 2017) Otoritas Jasa Keuangan BAB 1 Menuju Masyarakat Indonesia yang Well-literate...