Monday 7 May 2018

Lampiran: Luqyan Tamanni

Praktisi Konsultan Perencanaan Keuangan Personal 4

Nama : Luqyan Tamanni
Gelar (akademis & sertifikasi) : Master of Economics (2002), Diploma in Islamic Financial Planning (2006)
Profesi : Dosen dan Konsultan Keuangan Syariah
Lamanya menjalani profesi (tahun) : 13 tahun
Spesialisasi keahlian profesional : Keuangan Syariah, Microfinance, Financial Management
Keterangan : Penulis buku manajemen keuangan keluarga 'Sakinah Finance’, bersama Murniati Mukhlisin

1. Bagaimana tingkat konsumerisme di masyarakat, jika dilihat dari pengamatan dan pengalaman anda sebagai konsultan?
Saat ini konsumerisme di Indonesia sudah sangat tinggi, baik di kalangan masyarakat urban maupun di pedesaan, bahkan di pelosok pedalaman.

2. Apa penyebab terjadinya konsumerisme pada masyarakat?
Ada beberapa sebab;
a. Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan rata-rata penduduk Indonesia, yang ikut juga merubah gaya hidup yang sebelumnya sederhana, konservatif, swa-sembada menjadi lebih konsumtif dan mengikuti arus gaya hidup (trend).
b. Perubahan struktur ekonomi yang sebelumnya agraris (lebih 50% GDP dan pendapatan perkapita dari pertanian) menjadi ekonomi berbasis industri, perdagangan dan jasa.
c. Akses yang semakin baik antara pusat produksi barang, termasuk arus impor-ekspor, dengan konsumen di seluruh Indonesia.
d. Meningkatnya kesadaran masyarakat dengan berbagai produk yang ditwarkan/tersedia di pasar, dengan semakin mudahnya jalur informasi melalui berbagai media.

3. Bagaimana dampak konsumerisme pada kondisi keuangan personal?
Konsumerisme yang tidak terkawal akan menyebabkan keuangan pribadi dan keluarga berantakan, dan dampak yang paling berat adalah terjebak dalam pusaran hutang. Jika ini terjadi, kondisi keuangan personal menjadi kritis dan harus dilakukan langkah sangat drastis untuk memperbaikinya.

4. Apakah pengelolaan keuangan dapat mengeliminir dampak negatif konsumerisme?
Tidak sepenuhnya, karena konsumerisme telah sangat mengakar dalam kehidupan masyarakat. Pengaruh dari sisi budaya, gaya hidup, atau persepsi terhadap uang, tidak akan bisa dirubah dengan pengelolaan keuangan semata. Namun, pengelolaan keuangan bisa mengurangi dampak konsumerisme dengan menciptakan sistem bagi individu untuk lebih disiplin dalam mengatur keuangannya.

5. Mengapa dan bagaimana caranya?
Pengelolaan keuangan adalah alat (tool) dalam sebuah sistem perencanaan untuk memastikan individu tetap konsisten dan patuh dengan strategi yang telah dipilih untuk mencapai berbagai impian dan tujuan keuangannya. Dan konsumerisme lebih sering merusak sistem ini karena membuat individu tidak patuh rencana, misalnya berbelanja atas dorongan nafsu belaka (impulsive shopping), atau mengeluarkan uang tanpa takaran/perhitungan yang tepat.

6. Apakah konsep manajemen harta Islami menjadi landasan utama bagi seorang muslim dalam mengelola keuangan?
Hanya salah satu landasan. Karena hemat saya landasan utama pengelolaan keuangan adalah aqidah, yang salah satu implikasinya adalah sikap qana’ah (cukup dengan apa yang ada) dan syukur. Ketika kita menjadikan harta atau materi sebagai sesuatu yang menentukan cara berfikir dan arah tujun kehidupan kita, maka pegelolaan keuangan yang Islami tidak akan berhasil.

7. Mengapa dan bagaimana caranya?
Konsep harta dalam Islam adalah amanah dari Allah SWT, hanya titipan yang harus dipertanggungjawabkan dan bisa diambil kapan saja. Untuk memahami konsep ini diperlukan keyakinan yang kuat bagi seorang Muslim, dan ini berkaitan dengan aqidah Islamiyah. Jiwa konsumen Muslim mempunyai keyakinan bahwa harta adalah amanah, hidup harus qana’ah dan penuh syukur, maka pengelolaan keuangan adalah alat pelengkap untuk menghapus konsumerisme dan dampaknya yang sangat akut, yaitu hutang.

8. Bagaimana seharusnya pembagian persentase alokasi pendapatan personal sehingga dapat menghindari konsumerisme?
Kuncinya bukan di alokasi pendapatan, tapi pada penanaman disiplin yang sangat tinggi ketika mengeluarkan uang. Seringkali alokasi yang rapi bisa berantakan ketika impulsive shopping lebih kuasa ketika masuk supermarket. Namun, tentu saja alokasi yang tepat tetap diperlukan. Idealnya, alokasi pendapatan harus disesuaikan dengan skala kebutuhan dan keperluan hidup, yaitu diatur mana yang masuk kategori dharuriyyah (primer/mustahak), hajiyyat (sekunder/keperluan hidup), atau tahsiniyyat (tersier/kelengkapan hidup/hiasan hidup). Nominalnya tentu saja subjektif antar masing-masing individu, namun kata kunci adalah disiplin.

No comments:

Post a Comment

Kerangka SNLKI OJK 2017

Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (Revisit 2017) Otoritas Jasa Keuangan BAB 1 Menuju Masyarakat Indonesia yang Well-literate...