Monday 7 May 2018

Literatur: Ekonomi Rumah Tangga Muslim

LITERATUR 4

Judul : Ekonomi Rumah Tangga Muslim
Nama Penulis : Dr. Husen Syahatah
Tahun : 1998
Penerbit : Gema Insani Press, Jakarta
Keterangan : Buku ini merupakan buku terjemahan


Keistimewaan Perekonomian Rumah Tangga Muslim (hlm 49)
- Memiliki nilai akidah
- Berakhlak mulia
- Bersifat pertengahan dan seimbang
- Berdiri di atas usaha yang baik
- Memprioritaskan kebutuhan primer
- Memiliki perbedaan antara keuangan laki-laki dan wanita

Aturan Pembelanjaan dalam Rumah Tangga Muslim (hlm 70) yang relevan dengan permasalahan konsumerisme
- Seimbang antara pendapatan dan pengeluaran
Istri wajib tidak membebani suami dengan beban yang berada di luar kemampuan suami. Dia harus dapat mengatur pengeluaran rumah tangganya sesuai dengan penghasilan atau pendapatan suami. Banyak ayat yang berkaitan dengan hal ini, diantaranya: QS Al-Baqarah: 286 dan QS Al-Baqarah: 236. Rasulullah pun bersabda “Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberi rezeki cukup dan menerima apa yang Allah berikan kepadanya.” (Muttafaq ‘Alaih). Pada suatu kesempatan, Abu Bakar pernah berkata, “Sesungguhnya aku membenci penghuni rumah tangga yang membelanjakan atau menghabiskan bekal untuk beberapa hari dalam satu hari saja.” Hal itu diperkuat oleh perkataan Mu’awiyah, “Pengaturan belanja yang baik itu merupakan setengah usaha dan dia dianggap sebagai setengah mata pencaharian.”
- Membelanjakan harta untuk kebaikan
- Mengutamakan pengeluaran untuk hal yang primer
- Menghindari pembelanjaan untuk barang mewah
Islam mengharamkan pengeluaran yang berlebih-lebihan dan terkesan mewah karena dapat mendatangkan kerusakan dan kebinasaan. Allah berfirman dalam QS Al-Israa’: 16. Selain itu, bergaya hidup mewah merupakan salah satu sifat orang-orang yang kufur terhadap nikmat Allah SWT, sebagaimana disebutkan dalam QS Al-Mu’minun: 33. Banyak hadits yang menerangkan haramnya bergaya hidup mewah, diantaranya: “Makan, minum, dan berpakaianlah sekehendakmu, sebab yang membuat kamu berbuat kesalahan itu dua perkara: bergaya hidup mewah dan berprasangka buruk.” (Dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas).
- Menghindari pembelanjaan yang tidak disyariatkan
- Bersikap tengah-tengah dalam pembelanjaan
Islam mengajarkan sikap pertengahan dalam segala perkara. Begitu juga dalam mengeluarkan harta, yaitu tidak berlebihan dan tidak pula kikir. Sikap berlebihan adalah sikap hidup yang dapat merusak jiwa, harta, dan masyarakat, sementara kikir adalah sikap hidup yang dapat menahan dan membekukan harta. QS Al Furqan: 67 dan QS Al-Isra’: 29. Jika pembelanjaan harta kita telah sesuai dengan aturan-aturan Islam, Allah akan memajukan usaha kita serta melipatgandakan pahala dan berkah-Nya. Bahkan Allah akan memberikan kelebihan hasil usaha agar kita dapat menyimpan dan menabungnya.

Aturan Menyimpan dan Menabung dalam Rumah Tangga Muslim (hlm 83)
- Menyimpan kelebihan setelah kebutuhan primer terpenuhi
- Menyimpan kelebihan untuk menghadapi kesulitan
- Hak harta generasi mendatang
- Tidak menimbun harta
- Pengembangan harta harus dilakukan dengan baik dan halal

Pengeluaran Rumah Tangga Muslim (hlm 104)
Perkiraan pengeluaran rumah tangga harus selalu dilakukan berdasarkan aturan yang bersumber dari syariat Islam, seperti kesadaran, keseimbangan, sikap tengah, tidak boros, tidak mubazir, tidak kikir, dan semuanya dilakukan untuk membeli sesuatu yang baik dan halal.
Secara umum, pembelanjaan-pengeluaran dalam sebuah rumah tangga meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Pengeluaran utama (kebutuhan primer), yaitu pengeluaran yang digunakan untuk:
a. memelihara jiwa, seperti makan, minum, berpakaian, tempat tinggal, dan kesehatan
b. memelihara agama, seperti pengeluaran untuk ibadah, kebudayaan, dan dakwah Islam
c. memelihara akal, seperti untuk belajar
d. memelihara kehormatan, seperti untuk pernikahan anak-anak
e. memelihara harta, seperti untuk membeli kas tabungan
2. Pengeluaran sekunder, yaitu pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan selain kebutuhan primer (pokok) seperti:
a. pengeluaran untuk orang tua
b. pengeluaran untuk istri yang sudah dicerai
c. pengeluaran untuk zakat harta dan zakat fitrah
d. pengeluaran untuk dana perjuangan
e. pengeluaran lain yang sesuai dengan syara’
f. pengeluaran lain yang sesuai dengan hukum atau aturan manusia
3. Pengeluaran sukarela, yaitu pengeluaran yang mengikuti perubahan situasi dan kondisi seperti:
a. pengeluaran untuk kerabat
b. pengeluaran untuk sedekah
c. pengeluaran untuk memindahkan uang
4. Pengeluaran pelengkap, yaitu pengeluaran yang berhubungan dengan kebutuhan yang bersifat luks (mewah) dengan menyesuaikan diri dengan perubahan situasi dan kondisi, seperti:
a. pengeluaran untuk kebutuhan perayaan atau pesta yang dibolehkan syariat Islam
b. pengeluaran untuk membeli perlengkapan rumah tangga
c. pengeluaran untuk memperindah rumah
d. pengeluaran untuk hal yang bersifat aksesoris
e. pengeluaran untuk membeli alat-alat listrik yang komplet
Islam tidak mengharamkan perhiasan dan segala hal yang dapat mempermudah manusia serta dapat menghilangkan kesulitan. Akan tetapi, hal ini hendaknya sesuai dengan segala sesuatu yang Allah halalkan.
Dalam hal ini, kita harus menegaskan bahwa memang sulit menarik garis yang tegas antara pengeluaran yang dianggap oleh suatu keluarga sebagai kebutuhan pelengkap saja pada waktu tertentu, tetapi ternyata dianggap oleh keluarga yang lain sebagai kebutuhan primer pada suatu saat tertentu dan pada lingkungan tertentu pula. Pengeluaran pelengkap atau sekunder akan berubah menjadi pengeluaran jenis lain bagi sebuah keluarga karena disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada.

No comments:

Post a Comment

Kerangka SNLKI OJK 2017

Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (Revisit 2017) Otoritas Jasa Keuangan BAB 1 Menuju Masyarakat Indonesia yang Well-literate...