Monday 7 May 2018

Lampiran: Mada Aryanugraha

Praktisi Konsultan Perencanaan Keuangan Personal 5

Nama : Mada Aryanugraha
Gelar (akademis & sertifikasi) : SE, RFA & CFP
Profesi : Independent Financial Planner
Lamanya menjalani profesi (tahun) : 5 Tahun
Spesialisasi keahlian profesional : Perencanaan Dana Pensiun, Dana Pendidikan Anak dan Asuransi.
Keterangan : -

1. Bagaimana tingkat konsumerisme di masyarakat, jika dilihat dari pengamatan dan pengalaman anda sebagai konsultan?
Berdasarkan pengalaman saya, Tingkat konsumerisme tinggi itu berada di level masyarakat dengan kemampuan menengah, dengan rentang gaji antara Rp. 2.000.000 sampai dengan Rp. 50.000.000. Untuk masyarakat di kelas bawah tentunya dengan pendapatan sangat terbatas hanya sanggup untuk memenuhi kebutuhan makan saja. Meskipun di sisi lain terkadang mereka masih mengutamakan untuk membeli rokok. Sedangkan masyarakat level menengah cenderung memiliki tingkat konsumtif lebih tinggi. Sedangkan untuk kelas atas jelas konsumtif tinggi tapi di imbangi dengan pendapatan yang tidak terbatas, dalam artian untuk level atas sangat menyadari kemampuan membeli mereka sudah di sesuaikan dengan apa yang mereka dapatkan dan itulah yang membuat mereka berada di level atas.

2. Apa penyebab terjadinya konsumerisme pada masyarakat?
Menurut saya konsumerisme terjadi karena beberapa hal, diantaranya yaitu:
- Gengsi, Penyakit psikologis ini tanpa disadari mengakibatkan tingkat konsumsi masyarakat meningkat. Contoh sederhananya adalah terjadi pada karyawan perkantoran di kota besar, ketika teman-teman sekantornya mengajak untuk pergi makan siang di kafe atau restoran maka akan ada rasa gengsi untuk menolak, meskipun menyadari saat itu kondisinya sedang tanggal tua. Contoh lainnya gengsi dengan tetangga/keluarga, ketika kita mengetahui ada tetangga/keluarga yang mengganti mobilnya dengan tahun terbaru, maka kita tidak mau kalah dan ikut membeli mobil yang baru. Padahal mobil yang dimiliki masih layak pakai dan mungkin baru 2-3 tahun dibeli.
- Kartu Kredit. Harus diakui banyak di masyarakat kita yang memahami bahwa kartu kredit adalah uang tambahan. Sehingga dapat mereka pergunakan sesukanya. Apalagi disaat tanggal tua, dimana uang cash yang dimiliki baik di dompet maupun di rekening sudah habis.
- Kemajuan Tekhnologi. Salah satu dampak negatif yang dihasilkan dari kemajuan teknologi adalah sifat konsumtif. Dengan banyaknya toko online saat ini mengakibatkan masyarakat semakin mudah dalam berbelanja, apalagi di kombinasikan dengan adanya kartu kredit. Hanya dengan sentuhan jari saja kita sudah bisa membeli beraneka barang dengan harga hingga jutaan rupiah. Karena kemudahan tersebut pula membuat seseorang tidak menyadari membeli sesuatu yang sebenarnya tidak di butuhkan.
- Tidak dapat membedakan antara Kebutuhan dengan Keinginan. Dengan memahami perbedaan Kebutuhan dan Keinginan maka seseorang akan lebih bijak dalam mengatur pengeluaran/pembelanjaannya. Terutama dalam membuat skala prioritas pengeluaran, hanya yang sifatnya kebutuhan saja yang harus segera di penuhi dan menunda keinginan. Sehingga ketika pendapatan ternyata pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan, maka keinginan hanya boleh di penuhi pada saat kebutuhan dasar sudah terpenuhi dan masih ada sisa dari pendapatan.
- Kurangnya Pengetahuan. Ini hal yang paling mempengaruhi sifat konsumtif seseorang menurut saya. Dengan pengetahuan yang tepat dan benar maka hal - hal diatas tidak akan membuat seseorang menjadi sangat konsumtif. Pengetahuan terutama pengetahuan akan pengelolaan keuangan yang tepat maka akan mempengaruhi kebiasaan konsumtif seseorang. Pengetahuan tentang pengelolaan keuangan harusnya menjadi soft skill yang wajib dimiliki oleh setiap orang. Sayangnya pemerintah kita tidak menjadikan ilmu pengelolaan keuangan masuk kedalam kurikulum pelajaran. Menurut saya setidaknya masuk pada kurikulum pendidikan pada level SMA dan Mata Kuliah Dasar (perguruan tinggi).

3. Bagaimana dampak konsumerisme pada kondisi keuangan personal?
Sesuai pengalaman diri saya sendiri dan maupun semua klien yang pernah saya tangani, sifat konsumtif sangat mempengaruhi kondisi keuangan seseorang. Pepatah lebih besar pasak dari pada tiang, benar-benar terjadi pada sebagian besar klien yang saya tangani, bisa dibilang dari 10 orang, 7 orang mengalami lebih besar pengeluaran bulanannya daripada pendapatan bulanan yang mereka terima. Hal ini terbukti pada saat klien saya mengisi form expenses, yang mana setelah selesai dijumlahkan dan di kalkulasikan besarnya pengeluaran lebih besar daripada yang mereka kira. Hal itu wajar terjadi karena mereka tidak pernah membuat yang namanya Budgeting/Perencanaan.
Ketika seseorang sangat konsumtif, akan mengakibatkan pengeluaran lebih besar daripada pendapatan, dan ketika tabungan sudah terkuras maka akan masuk kedalam jurang hutang, salah satu contoh yang sering terjadi adalah terjerat hutang kartu kredit. Ketika sudah terjerat di hutang maka sudah tidak memungkinkan untuk berinvestasi, dan mengakibatkan tidak dapat menambah asset/kekayaan. Malah yang sering kali terjadi harus kehilangan asset (dijual atau disita) untuk melunasi hutang.
Dengan kondisi diatas maka seseorang di nyatakan bermasalah dengan keuangan, dan apabila tidak segera ditanggulangi atau di atasi maka bisa saja mengakibatkan tindakan kriminalisasi dan terjadinya perceraian.

4. Apakah pengelolaan keuangan dapat mengeliminir dampak negatif konsumerisme?
Pastinya! Tetapi sebelum mulai untuk mengelola keuangan maka wajib untuk belajar dan mempelajari ilmu pengelolaan keuangan yang benar. Meskipun sudah menggunakan jasa Perencana Keuangan, maka sebaiknya setiap orang tetap mempelajari ilmu perencanaan keuangan secara mandiri.

5. Mengapa dan bagaimana caranya?
Terkadang seseorang melakukan pengelolaan keuangan tidak secara menyeluruh (komprehensife), atau pengelolaan dilakukan berdasarkan informasi yang tidak akurat, sehingga menjadi percuma. Dengan begitu bisa saja yang tujuan awalnya adalah menabung atau berinvestasi tetapi karena informasi yang salah mengakibatkan terjadinya kerugian dan kehilangan uang. Di satu sisi Anda sudah berhemat (tidak konsumtif) dan berniat menyimpan uangnya, tetapi tetap saja jadinya kehilangan uang.
Jadi perbanyak informasi, perdalam ilmu mengenai pengelolaan keuangan yang baik, benar dan tepat. Belajar mengelola keuangan personal dapat dengan cara membaca buku terkait Perencanaan Keuangan, ikut seminar atau pelatihan seputar Perencanaan Keuangan. Atau meminta bantuan kepada Perencana Keuangan Independen yang professional.

6. Apakah konsep manajemen harta Islami menjadi landasan utama bagi seorang muslim dalam mengelola keuangan?
Saya saat ini belum terlalu mendalami terkait ilmu perencanaan keuangan secara syariah, meskipun pernah sekali mengikuti pelatihannya. Tapi menurut hemat saya, manajemen keuangan secara syariah pasti akan sangat membantu seorang muslim dalam mengelola keuangannya secara baik dan benar, apalagi tujuannya tidak hanya di dunia saja, bisa sampai ke akherat juga. Minimal ditahap awal berlandaskan ilmu perencanaan keuangan konvesional sehingga ketika pengelolaan sudah dapat di lakukan dengan benar, teratur dan konsisten maka dapat beralih mendalami perencanaan keuangan secara syariah.

7. Bagaimana seharusnya pembagian persentase alokasi pendapatan personal sehingga dapat menghindari konsumerisme?
Bicara mengenai alokasi pendapatan terhadap pengeluaran biaya hidup setiap bulannya, saya menggunakan standar sebagai berikut:
- Alokasikan maksimal 30% dari pendapatan untuk membayar seluruh hutang. Cicilan seperti KPR, KPM (kredit kendaraan bermotor), kartu kredit dan lain-lain tidak boleh lebih besar dari alokasi ini. Apabila melebihi maka harus di pikirkan bagaimana cara untuk menguranginya.
- Alokasikan Minimal 10% untuk Investasi/Menabung. Biasakan untuk investasi/menabung di sisihkan bukan di sisakan. Jadi keluarkan terlebih dahulu untuk investasi, lebih besar dari 10% lebih bagus lagi. Ini akan menjadi bekal untuk di masa depan.
- Alokasikan sekitar 10% untuk membayar/membeli premi asuransi, supaya Anda mendapatkan perlindungan/proteksi dari kerugian finansial karena kematian, sakit atau mengalami kecacatan, serta karena terjadinya bencana.
- Alokasikann sekitar 10% untuk hal-hal sosial. Misalkan untuk kebutuhan zakat, sedekah, ataupun sumbangan kepada orang-orang yang membutuhkan secara finansial.
- Alokasikan hanya maksimal 40% untuk biaya hidup. Anda akan tetap dapat hidup dengan layak meskipun hanya tersisa 40% dari pendapatan bulanan Anda. Buat skala prioritas, pahami apa yang menjadi kebutuhan Anda dan apa yang menjadi sekedar keinginan Anda.

No comments:

Post a Comment

Kerangka SNLKI OJK 2017

Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (Revisit 2017) Otoritas Jasa Keuangan BAB 1 Menuju Masyarakat Indonesia yang Well-literate...