Monday 7 May 2018

Literatur: Fiqh Harta: Upaya Menjemput Keberkahan Rizki

LITERATUR 9

Judul : Fiqh Harta: Upaya Menjemput Keberkahan Rizki
Nama Penulis : Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin, MS. dan H. Hilman Hakiem, SP., M.E.I.
Tahun : 2016
Penerbit : UIKA Press
Keterangan : Universitas Ibn Khaldun Bogor


Jangan Membiasakan Berutang (hlm 68-71)

Salah satu hal penting dalam membelanjakan dan mengeluarkan harta adalah sederhana sesuai dengan kemampuan (al-iqtishaad). Rasulullah SAW bersabda “Ekonomis (sederhana dan sesuai dengan kebutuhan serta kemampuan) dalam belanja, merupakan separuh dari penghidupan, mencintai sesama manusia, merupakan setengah dari akal (kecerdasan), dan bertanya (pada sesuatu yang tidak diketahui) secara baik, merupakan separuh dari ilmu pengetahuan.” (HR Ath-Thabrani dari Ibnu Umar)
Salah satu kebiasaan yang terjadi dalam kehidupan modern sekarang, yang hampir hampir menjadi gaya hidup (life style) adalah kebiasaan meminjam (utang). Meskipun meminjam itu dibolehkan oleh syariat Islam, tapi seharusnya dilakukan dalam kondisi tidak ada alternatif lain, kecuali hanya dengan meminjam. Salah satu doa yang selalu dipanjatkan Rasulullah SAW adalah doa terbebas dari lilitan utang. Beliau bersabda “Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari lemah pendirian, sifat malas, penakut, kikir, hilangnya kesadaran, terlilit utang dan dikendalikan orang lain. Dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, dan dari fitnah (ketika) hidup dan mati.” (HR Bukhari dan Muslim).
Jika pun terpaksa meminjam (berutang) maka perlu diperhatikan beberapa hal:
1. Semua utang harus tercatat dan diusahakan ada saksinya. QS Al-Baqarah ayat 282.
2. Harus berniat untuk segera melunasi, jika sudah memilikinya. Jangan sekali-kali meminjam dengan berniat untuk tidak membayarnya. Hal ini akan membuat kerusakan pada harta yang dimiliki itu sendiri dan dianggap perbuatan zalim. Rasulullah SAW bersabda: “Penundaan orang kaya dalam membayar utang adalah kezhaliman, jika seseorang dari kalian melimpahkan utang kepada orang kaya, hendaklah orang kaya itu menanggungnya.” (HR At-Tirmidzi). Rasulullah SAW juga bersabda “Utang itu ada dua. Barang siapa mati sementara dia berniat membayarnya maka akulah walinya. Namun barang siapa mati sementara dia tidak berniat untuk membayarnya maka itu akan diambilkan dari kebaikan-kebaikannya untuk membayarnya pada hari di mana tidak ada dinar dan dirham.” (HR Ath-Thabrani).

Cara Menggunakan Harta (hlm 102-111)

Cara menggunakan atau memanfaatkan harta harus sesuai dengan ketentuan syariah, karena semua yang dimiliki oleh manusia pada dasarnya adalah titipan dari Allah SWT. QS An-Nuur: 33). Pemanfaatan dan penggunaannya harus sesuai dengan pemberi amanah. Semuanya akan dimintai tanggung jawab di hadapan Allah SWT di kemudian hari kelak. Rasululllah SAW bersabda “Seseorang yang akan terlepas dari empat pertanyaan pada Hari Kiamat nanti: usia dipergunakan untuk apa, masa muda dihabiskan untuk apa, harta benda yang dimiliki bagaimana cara mendapatkannya dan bagaimana pula cara memanfaatkannya; serta ilmu pengetahuan bagaimana pengamalannya.” (HR Abu Dawud)
Memanfaatkan harta sesuai dengan ketentuan syariah Islam, pada dasarnya merupakan perwujudan syukur atas nikmat karunia yang telah dilimpahkan-Nya kepada kita. Dan jika bersyukur pasti akan bertambah banyak hartanya, sebaliknya jika dalam memanfaatkan harta tersebut tidak sesuai dengan ketentuan-Nya maka bisa menjadi malapetaka dunia akhirat. Allah SWT berfirman dalam QS Ibrahim ayat 7.
Juga dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda, “Aku kagum dengan seorang muslim. Apabila mendapat kebaikan dia memuji Allah dan bersyukur. Dan apabila ditimpa kesusahan dia berharap pahala dan bersabar. Seorang muslim diberi pahala dalam segala hal, sampai dalam makanan yang ia suapkan ke mulut istrinya.” (HR Baihaqi)
Memanfaatkan dan menggunakan harta sesuai dengan ketentuan syariat Islam, antara lain sebagai berikut:
1. Setiap harta yang kita miliki, dikeluarkan dulu zakatnya 2,5% dari penghasilan kotor jika telah memenuhi persyaratan kewajiban zakat. Zakat yang dikeluarkan harus disalurkan melalui Amil Zakat yang amanah dan bertanggung jawab. Dan tidak disalurkan sendiri langsung kepada para mustahik. QS At-Taubah: 60.
2. Dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarga secara wajar, tidak kikir (bakhil) dan tidak berlebih-lebihan (israf). Seperti memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. QS Al-Israa’: 26-27
3. Memberikan infak kepada kedua orang tua, kerabat dekat, anak anak yatim, orang orang miskin, orang yang sedang dalam perjalanan yang membutuhkan bantuan, dan orang orang yang membutuhkan lainnya, baik perorangan ataupun lembaga.

No comments:

Post a Comment

Kerangka SNLKI OJK 2017

Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (Revisit 2017) Otoritas Jasa Keuangan BAB 1 Menuju Masyarakat Indonesia yang Well-literate...