Monday 7 May 2018

Literatur: Harta dalam Islam: Panduan Al-Qur’an dan Hadits dalam Mencari dan Membelanjakan Harta dan Kekayaan

LITERATUR 3

Judul : Harta dalam Islam: Panduan Al-Qur’an dan Hadits dalam Mencari dan Membelanjakan Harta dan Kekayaan
Nama Penulis : Ruqaiyah Waris Masqood
Tahun : 2002
Penerbit : Lintas Pustaka, Jakarta
Keterangan : Buku ini merupakan buku terjemahan.


Mengelola Kekayaan dengan Manajemen Samawi (hlm 73)

Kekayaan yang dikelola dengan baik akan membawa keuntungan yang besar bagi manusia, sedangkan kekayaan yang tidak dikelola dengan baik hanya akan menghasilkan ketidakadilan dan penderitaan yang besar khususnya bagi orang-orang yang miskin. (hlm 73)
Dengan melimpahkan harta yang banyak kepada umat Islam, Allah SWT juga memberinya tanggungjawab yang berat untuk menegakkan agama Islam dan membantu sesamanya. Semakin mereka bertambah kaya, semakin berat pula tanggungjawabnya.
Elemen-elemen utama manajemen kekayaan menurut ajaran Islam adalah:
1. Peraturan internal terhadap diri sendiri: menggunakan kekayaan untuk mendapatkan ridha dari Allah SWT, menjamin bahwa kekayaan akan menguatkan imannya kepada Allah SWT, membersihkan diri dari elemen-elemen ketamakan
2. Tanggungjawab kepada keluarga: pemurah tapi bijaksana dalam membelanjakan harta, menggunakan kekayaannya untuk memberikan pendidikan dan bimbingan kepada anak-anaknya sebaik mungkin
3. Perintah kewajiban sosial: membayar pajak pemerintah secara penuh, membayar zakat secara jujur dan penuh
4. Peran produktivitas: membelanjakan kekayaan sebanyak mungkin untuk tujuan-tujuan produktif, merangsang dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat, meningkatkan produktivitas dan efisiensi produk, meningkatkan pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan (litbang)
5. Sukarela dalam tanggungjawab sosial: menyumbangkan kekayaan untuk beramal, berusaha membelanjakan kekayaannya sebanyak mungkin, menghapuskan kemiskinan dan kebodohan, menyumbangkan kekayaannya untuk perkembangan pendidikan masyarakat
6. Peran kepemimpinan: menyebarluaskan dan melindungi agama Islam, berjuang melawan ketidakadilan dan eksploitasi, meningkatkan moralitas diantara pada pengusaha dan professional, meningkatkan ekonomi pasar dan persaingan bebas.
Melalui pendapatan dan manajemen kekayaan yang sesuai dengan ajaran Islam akan mendapatkan kesuksesan baik di dunia dan akherat. (hlm 74-75)
Manajemen kekayaan harus mencari ridha Allah SWT, QS Al-Hadid 57:7
QS Al Munafikun 63: 9
QS An Nur 24: 37

(hlm 79-80) Ada banyak “prinsip” dasar agama Islam yang berhubungan secara langsung dengan hal ini. Salah satu dari prinsip dasar dalam manajemen kekayaan yang tepat bagi seorang muslim adalah membelanjakan kekayaannya demi kebutuhan dan keinginannya dengan baik, tetapi berhati-hati dalam pengeluaran untuk hal-hal yang mewah. Hal ini bisa dijalankan dengan cara-cara berikut:
1. Secara penuh memenuhi kebutuhan pokok keluarganya.
2. Barang-barang yang dihasilkan memberikan kenyamanan bagi kehidupan keluarganya.
3. Barang-barang yang didapatkan dianggap sebagai kesukaan Allah SWT atas manusia karena barang-barang tersebut memberikan keuntungan dan tidak membahayakan. Allah SWT telah berfirman dalam QS Al-Maidan 5:5
4. Menghabiskan sebanyak mungkin hartanya untuk pendidikan anak-anaknya sehingga mereka akan mengembangkan lebih banyak pada masyarakat dan juga akan melanjutkan untuk mengumpulkan dan mengelola kekayaan dengan cara yang Islam.
5. Dia bisa memberikan pengeluaran dan tidak membuatnya terlibat dalam hutang yang tidak perlu.
Banyaknya pengeluaran yang dilakukan oleh orang-orang kaya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya akan meningkatkan sirkulasi kekayaan dalam masyarakat. Hal ini akan menjamin pembelanjaan kekayaan yang lebih baik sebagaimana cepatnya perkembangan ekonomi karena mereka adalah kelompok orang yang memiliki porsi besar dari kekayaan masyarakat. (hlm 80)

Kehati-hatian dalam membelanjakan harta bersifat relatif. Orang yang lebih kaya memiliki kebutuhan yang lebih banyak terhadap barang-barang semi mewah atau bahkan barang-barang mewah. Dia juga menginginkan barang-barang yang berkualitas lebih tinggi. Hal ini diperkenankan dalam agama Islam yang ingin seluruh umatnya hidup dalam kehidupan yang nyaman. Barangsiapa yang bisa mendapatkannya mereka diizinkan hidup dalam kehidupan yang lebih nyaman dan memiliki gaya hidup yang lebih baik. Allah SWT berfirman QS Al Furqon 25: 67

Definisi agama Islam tentang kenyamanan hidup dunia termasuk apa yang indah dan elegan yang disediakan adalah bahwa mereka tidak akan menghamburkan dan tidak ada niat untuk pamer. Maka agama Islam menghalalkan perhiasan. Allah SWT mengajukan pertanyaan: “Katakanlah: siapa yang mengharamkan perhiasan dari Allah SWT yang telah dikeluarkannya untuk hamba-hambanya…” QS Al-A’raf 7: 32 (hlm 81)
Yang lebih penting lagi, kenyamanan hidup dunia dalam agama Islam berarti kebersihan dan kerapian. (hlm 82)
Agama Islam menganjurkan hal-hal yang tidak berlebihan meskipun dalam berbuat baik. Agama Islam melarang segala bentuk kemacetan kekayaan. Allah SWT melimpahkan kekayaan pada umat Islam, hal ini harus didistribusikan ke masyarakat luas supaya dapat membantuk perkembangan pertumbuhan ekonomi dan membelanjakan kekayaan sehingga setiap orang akan mendapat kemakmuran. (hlm 83)

Kekayaan harus didistribusikan seluas mungkin. Allah SWT melarang membelanjakan kekayaan yang hanya terjadi diantara orang-orang kaya yang akan menghasilkan sekelompok kecil oran-orang kaya yang anak semakin bertambah kaya sedangkan mayoritas masyarakat akan mengalami stagnasi atau bahkan bertambah miskin. QS Al-Hasyr 59:7

Salah satu sarana membelanjakan kekayaan yang dilakukan oleh orang-orang kaya adalah melalui konsumsi yang banyak. Inilah sebabnya mengapa Allah SWT melarang praktek monastisisme dan mengizinkan makanan yang baik, pakaian yang indah, rumah yang besar dan sebagainya, bagi siapa yang bisa mendapatkannya. Hal ini juga satu alasan bahwa keindahan dan perhiasan yang layak dan tepat dianggap sebagai hal yang mubah.
Tetapi agama Islam melarang keras menunjukkan kekayaan secara mencolok dengan memiliki barang-barang mewah yang berlebihan dan lebih jauh lagi memamerkannya pada masyarakat. (hlm 84)

Segala macam gaya hidup termasuk konsumsi yang berlebihan terhadap barang-barang yang tidak perlu dan memiliki sedikit keuntungan atau yang lebih membahayakan daripada membawa kebaikan juga dianggap sebagai hal yang mubadzir. Memamerkan kekayaan seperti ini adalah sebuah kerusakan dalam masyarakat dengan membelanjakan kekayaan yang tidak merata dimana mayoritas penduduknya hidup dalam kemiskinan. QS Al Isra 17: 27
QS Ali Imran 3: 117
Menghambur-hamburkan kekayaan seperti ini juga dianggap sebagai tidak bersyukur atas nikmat Allah SWT.

Prinsip penting agama Islam lainnya dalam mengelola kekayaan adalah tidak hanya hidup dengan penghasilannya tetapi juga bisa menabung dari penghasilannya dalam jumlah yang layak. Meskipun orang yang paling miskinpun harus berusaha menabung sesuatu. Dengan begitu agama Islam menolak justifikasi terhadap orang-orang boros yang menghabiskan kekayaannya secara berlebihan dengan alasan karena mereka bisa mendapatkannya. Prinsip menabung seperti ini tidak hanya akan menjamin keamanan masa depannya, tetapi juga bisa membuat umat Islam sebanyak mungkin mendapatkan pahala dari Allah SWT (hlm 85) dengan menyumbangkan sebanyak mungkin untuk amal. Dalam istilah ekonomi, kekayaan yang dibelanjakan dengan boros berarti juga kehilangan biaya untuk membiayai hal-hal yang menguntungkan dan tujuan-tujuan produktif.
Maka menjauhkan diri dari belenggu hutang adalah bagian integral dari konsep manajemen kekayaan yang tepat dalam agama Islam. Terlibat dalam hutang untuk hal-hal yang tidak perlu sangat dilarang. Nabi Muhammad SAW selalu berdoa: “Ya Allah SWT, aku mencari perlindungan kepadaMu dari lilitan hutang dan dari orang-orang yang marah padaku.” HR Abu Dawud.
Akibat manajemen kekayaan yang tidak Islami, beberapa umat Islam sekarang ini menyalahgunakan pinjaman fasilitas kartu kredit untuk hidup melebihi kemampuan yang dimiliki sehingga membawa kecemasan dan permasalahan yang serius baginya dan keluarganya.
Yang lebih penting lagi orang kaya adalah pemilik modal yang merupakan salah satu faktor terpenting dalam produksi. Semakin banyak kekayaan yang dia miliki, semakin banyak pula modal yang dapat diinvestasikan dalam produksi dan aktivitas bisnis. Sesungguhnya orang kaya muslim dengan kelebihan kekayaannya dianjurkan menghabiskannya untuk tujuan-tujuan produktif. Menurut pandangan agama Islam, ini dianggap lebih baik untuk menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak, menambah gaji para karyawan, menciptakan kesempatan usaha, mengurangi harga dan memberikan banyak pilihan produk pada para pelanggan daripada menyumbang pada orang-orang miskin untuk sekedar membantu hidup mereka hari ini dan beberapa hari mendatang. (hlm 86)
Orang kaya muslim juga harus menginvestasikan hartanya sebanyak mungkin untuk penelitian dan pengembangan supaya bisa meningkatkan produk-produk baru atau meningkatkan yang sudah ada yang akan lebih menguntungkan.
Seorang pengusaha kaya harus mempertahankan keseimbangan antara kemurahan hati dan kewaspadaan dalam membelanjakan hartanya. (hlm 87)
Dia harus menghindari pengambilan resiko yang terlalu besar atau melakukan pinjaman terlalu banyak. Karena telah dikaruniai kekayaan dia tidak harus bersaing dalam dunia bisnis kompetitif yang akan mengakibatkan persaingan yang tidak adil dan tidak sehat dan bersaing dengan pengusaha kecil yang akhirnya mematikan bisnis mereka. Dia harus meluaskan usahanya dalam dunia yang baru atau keluar negeri dimana diharapkan pembayaran modal lebih besar dan resiko lebih tinggi.(hlm 88)
Kekayaannya harus digunakan untuk meningkatkan persaingan bebas dan terbuka dan bukan untuk memberhentikan pertumbuhannya.
Orang kaya yang mukmin akan selalu berusaha untuk tidak hanya menciptakan kekayaan tetapi juga membelanjakannya. Sebagian dari kekayaannya harus digunakan untuk menyebarkan filosofi hukum berdasarkan etika praktek bisnis dan untuk menjamin bawa sistem pasar terbuka dan persaingan sehat tidak hanya dipertahankan tetapi juga ditingkatkan.(hlm 89)
Porsi substansial kekayaan harus digunakan untuk melengkapi usaha pemerintah dalam meningkatkan ilmu dan infrastruktur pendidikan. (hlm 90)

Dalam suatu masyarakat, ini cukup normal bagi orang-orang miskin memiliki hubungan cinta-benci dengan orang-orang kaya. Di satu sisi orang-orang miskin benci pada orang kaya. Di sisi lain mereka bergantung amal dan pekerjaan dari orang kaya tersebut. Bagaimanapun juga dalam masyarakat Islam orang miskin yang shaleh tidak akan membenci orang-orang kaya yang shaleh karena orang kaya tersebut mendapatkan kekayaan mereka dengan cara yang jujur dan juga membelanjakannya dengan cara yang bertanggungjawab. (hlm 91-92)

Jika seorang muslim menjalankan manajemen kekayaan dengan tepat, maka proses pengumpulan kekayaan akan berjalan lamban. Dia akan meraih keinginannya untuk menjadi lebih kaya akan tetapi dengan cara yang lamban, jujur, dan aman. Itulah keseluruhan ide di balik manajemen kekayaan Islam, misalnya, menjadi kaya supaya bisa membagi kekayaannya dengan orang lain baik melalui amal dan investasi untuk tujuan-tujuan produktif secara ekonomi. Dengan demikian, seorang muslim akan bersedia mengeluarkan sebanyak mungkin kekayaannya untuk dibelanjakan di jalan Allah SWT karena telah dijanjikan bahwa barangsiapa yang melakukan ini tidak akan menjadi miskin akan tetapi dia akan semakin kaya. Tujuan-tujuan yang mulia dan diridhai oleh Allah SWT akan menghilangkan ketidaksabaran dan ketamakan untuk mendapatkan kekayaan secara cepat. (hlm 92-93)


Seberapa Jauh Kita Boleh Kaya? (hlm 115)

Hlm 117

Konsep kekayaan yang layak bagi seorang muslim, khususnya seorang pengusaha atau professional, adalah yang memenuhi kriteria berikut ini:
1. Kekayaan yang lebih dari apa yang diharapkan digunakan untuk mencukupi kebutuhan pokok seorang muslim dan keluarganya. (hlm 121)
2. Cukup untuk memberikan kenyamanan hidup yang layak dalam kebersihan yang layak dan lingkungan yang menyenangkan.
3. Cukup untuk memberikan pendidikan agama anak-anak sebagaimana halnya pendidikan keduniawian.
4. Cukup untuk meluaskan bisnis atau usahanya supaya bisa memberikan pelayanan yang lebih baik pada para pelanggannya.
5. Cukup untuk membebaskan dia dari kecemasan yang tidak perlu tentang masa depannya sehingga dia memiliki banyak waktu untuk meraih hal-hal berikut: menunjukkan kewajiban spiritualnya kepada Allah SWT, memberikan kasih sayang dan perhatian kepada seluruh anggota keluarga, meningkatkan atau mempertajam derajat profesionalisme pengetahuannya.
6. Bisa membuatnya jadi pemurah hati dalam beramal.
7. Memberinya banyak waktu untuk meningkatkan kekuatan inovatif dan kreatifitasnya.
8. Memiliki tabungan yang cukup untuk jaminan masa depan seluruh anggota keluarganya sebagaimana untuk melindungi perjuangan agama Islam dari orang-orang yang mengancamnya.
9. Tidak memiliki kekayaan yang berlebih sehingga dia tidak tahu bagaimana menggunakannya secara produktif dan dengan begitu membuka pintu hal-hal yang mubadzir dan penyalahgunaan lainnya.
10. Bisa membuat dia menekuni minat dalam hal-hal kesenian dan pengayaan kebudayaan. (hlm 122)


Membelanjakan Kekayaan (hlm 151)

Skenario dunia terkini tentang budaya komersial yang berlebihan serta penekanan pada perkembangan materi merupakan tujuan utama atau tujuan satu-satunya pengusaha khususnya para pemimpin perusahaan besar untuk menciptakan permintaan, konsumsi secara berlebihan dan keuntungan secara maksimal. (hlm 151)

Kebutuhan manusia bisa diklasifikasikan ke dalam 3 kategori yaitu (hlm 152):
1. Kebutuhan manusia yang mengacu pada kebutuhan pokok seperti makanan, tempat tinggal, dan pakaian
2. Keinginan manusia yang mengacu pada barang dan pelayanan yang tidak esensial tapi menjadi syarat penting karena munculnya standar hidup. Barang tersebut adalah bacaan, sarana transportasi dan komunikasi.
3. Obyek keinginan manusia mengacu pada barang-barang semi mewah atau mewah dan pelayanan seperti mobil, pakaian dan perhiasan yang mahal.

Baik produsen yang bertanggungjawab maupun konsumen yang waspada memiliki peran penting dalam membentuk konsumsi yang sehat dan layak dengan cara mempraktekkan tiga prinsip berikut ini:
1. Memberi prioritas untuk memuaskan kebutuhan manusia.
2. Sekali lagi kebutuhan manusia dapat diperluas, jika tidak secara penuh dipuaskan, prioritas yang cukup bisa diarahkan untuk memuaskan keinginan manusia.
3. Memperluas sumber-sumber minimal untuk memuaskan keinginan manusia.

Agama Islam mengutuk konsumsi yang berlebih-lebihan. (hlm 153)
At-Thabrani telah mencatat bahwa Ibnu Umar, seorang sahabat dekat Nabi Muhammad SAW telah memberikan petunjuk yang baik tentang perhiasan apa yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan. Ketika dia ditanya pakaian macam apa yang bisa dipakai. Maka Ibnu Umar menjawab: “Yaitu pakaian yang tidak akan mengundang cemoohan / caci maki karena kebodohannya (karena harganya yang murah dan jelek) tidak juga yang menyalahkan kebijaksanaan (karena terlalu mahalnya pakaian itu).” (hlm 155)
Pengeluaran yang berlebihan tidak diijinkan meskipun untuk mengkonsumsi kebutuhan pokok seperti makanan dan pakaian. QS Al-A’raaf 7: 31.
Membiasakan pengeluaran yang hati-hati menjadi lebih penting dalam mengkonsumsi barang-barang yang tidak termasuk dalam kebutuhan pokok tetapi dimaksudkan untuk memudahkan hidup manusia dan lebih nyaman seperti mobil, telepon, perkakas rumah tangga dan sebagainya.
Seorang muslim yang kaya harus menahan diri untuk tidak mengkonsumsi barang-barang yang dianggap terlalu mewah dan tidak memberikan keuntungan yang berharga. Konsumsi terhadap barang-barang mahal yang terlalu berlebihan dianggap sebagai pemborosan dan kemubadziran. Pemborosan berarti melebihi batas dari apa yang menguntungkan dalam penggunaan yang dibolehkan dalam agama Islam. Definisi barang-barang yang dianggap terlalu mewah tergantung pada kebutuhan standar kehidupan sebuah negara.
Dalam sebuah negara yang amat miskin, mobil olahraga yang mahal sudah bisa dianggap terlalu mewah. Dalam sebuah negara yang terlalu kaya seperti London dan Paris, menyewa pesawat pribadi untuk membawa seluruh keluarga pergi belanja adalah terlalu mewah (hlm 156). Allah SWT mengingatkan bahwa ketika Dia bermaksud menghancurkan kota-kota besar yang penduduknya sudah melampaui batas dan bertindak dzalim, Dia mengizinkan orang-orang yang mencintai kemewahan untuk melakukan kejahatan. QS Al Isra’ 17: 16.
Nabi Muhammad SAW memperingatkan dalam sabdanya: “Barangsiapa makan atau minum dari alat yang terbuat dari emas/perak, dia telah mengisi perutnya dengan api neraka.” (HR Muslim)
Hal menarik yang perlu dicatat adalah bahwa Imam Al-Ghazali menekankan akan kebutuhan pengawasan tingkah laku konsumen supaya mengurangi pengeluaran yang berlebihan dan pemborosan. Dia menyatakan bahwa pemborosan dalam menghabiskan uang dan kekayaan memiliki dua kejahatan yaitu al-ida’ah (merusak) dan al-isrof (pemborosan). Dia memandang bahwa menghabiskan sejumlah kekayaan untuk hal-hal yang dilarang sama dengan menghabiskan terlalu banyak kekayaan untuk hal-hal yang haram dan keduanya adalah al-ida’ah. Dengan cara yang paling bijaksana, dia memandang pemborosan sebagai suatu istilah yang relatif. Orang kaya yang menghambur-hamburkan kekayaannya untuk sebuah iring-iringan mobil mewah dianggap telah menjalankan al-ida’ah dan al-isrof sebagaimana orang yang layak yang menggunakan kekayaannya yang terbatas untuk mengadakan pesta pernikahan yang mewah untuk anak laki-lakinya. (hlm 157)

Para pengusaha muslim dan konsumen kaya harus sepenuhnya menyadari bahwa alasan pemikiran larangan Islam dari kemewahan yang berlebihan adalah sebagai berikut:
1. Gaya hidup yang berlebihan berjalan jauh melebihi tingkat kenyamanan dan perhiasan yang masuk akal yang diizinkan oleh agama Islam.
2. Gaya hidup seperti itu berarti penghambur-hamburan kekayaan. Hal ini menyelewengkan aset seseorang dari aktivitas produktif yang akan menciptakan banyak lapangan kerja, memproduksi banyak barang dengan permintaan yang banyak dan sebagainya. Karena para pengusaha yang berhubungan dengan barang-barang mewah juga orang-orang kaya, kekayaannya juga akan disirkulasikan di antara orang-orang yang kaya jika mereka menghabiskan banyak dari kekayaannya pada barang-barang mewah. Allah SWT memerintahkan bahwa kekayaan harus tetap disirkulasikan dengan konstan di antara semua bagian yang ada dalam masyarakat dan bukan menjadi monopoli orang-orang kaya. Sekali lagi ini adalah dari kesekian kalinya firman Allah SWT QS Al-Hasyr 54: 7 (hlm 158)
3. Barangsiapa yang menyukai kemewahan secara berlebihan biasanya akan dengan mudah lupa kepada Allah SWT. Mereka menjadi mabuk dengan gaya hidup seperti itu dan menjadi lebih tamak sehingga dia berharap bisa hidup lebih mewah lagi. Mereka tidak hanya melangkah untuk memaksimalkan keuntungan, tapi di antara mereka tidak akan ragu-ragu melakukan penipuan untuk meraih tujuan-tujuan yang lebih tinggi untuk penghidupan yang tidak benar. Mereka bisa dianggap telah menghina atau melawan perintah Allah SWT QS Saba’ 34: 34. Sayyidina Umar bin Khathab telah menyatakan: “Jika kita hidup dengan kehidupan yang mewah di dunia ini, kita akan memiliki sedikit balasan di akhirat.”
4. Kehidupan mewah yang berlebihan, khususnya di tengah-tengah kemiskinan dan penderitaan akan menciptakan kebencian mendalam dari orang-orang miskin terhadap orang kaya. Hal ini akan menjauhi usaha persatuan masyarakat muslim, maka sebuah institusi mutlak diperlukan dalam agama Islam. Agama Islam menganjurkan bahwa seharusnya adalah rasa cinta dan perhatian antara orang kaya dan miskin. Situasi paling jelek yang dapat diterima adalah hubungan cinta-benci oleh orang miskin dan kaya. Situasi dimana orang miskin merasa tidak berarti akan tetapi rasa benci kepada orang kaya akan ditolak secara total dalam agama Islam.
5. Kehidupan mewah yang berlebihan biasanya muncul dari kebanggaan dan keinginan untuk memamerkan kekayaan seseorang. Hal ini dikutuk dalam agama Islam karena akan menimbulkan kecemburuan diantara orang-orang kaya dan akan ikut memberikan pengaruh yang jelek dan tamak. QS Al-Qashash 28: 58. QS Al-Hadid 57: 23. Nabi Muhammad SAW juga telah bersabda: “Di hari pembalasan nanti, Allah SWT tidak akan melihat pada orang yang menyeret jubahnya di belakangnya karena rasa bangga.” (HR Bukhari - Muslim)

Konsumsi yang sehat dan layak tidak hanya akan menjamin kelangsungan pembangunan yang akan menguntungkan generasi yang akan datang, tetapi juga akan mencegah kecenderungan inflasi. Hal ini akan menjamin bahwa para konsumen akan menyesuaikan kecenderungan mereka untuk mengkonsumsi dengan tingkat produktivitas mereka. (hlm 161)

Pengeluaran seorang konsumen tidak boleh melebihi penghasilannya. Sesungguhnya, semakin banyak penghasilannya, tabungannya harus lebih tinggi. Para pemimpin perusahaan dan pemerintah seharusnya menjamin bahwa pengusaha yang tamak dan licik tidak diperbolehkan mengeksploitasi pemborosan orang bodoh dan menghimbau kepada para konsumen yang bodoh untuk mengurangi kebiasaan konsumsi yang berlebihan.
Pengusaha yang jujur yang menanamkan pola konsumsi yang layak, dapat menjamin kemakmuran yang lebih besar untuk generasi masa depan.
Para konsumen yang kaya juga harus setia pada pola konsumsi yang layak, jika dia menghasilkan kekayaannya secara berlebihan, tidak akan banyak yang tersisa untuk tujuan produktif dan amal. Jika mereka menyisihkan sebagian besar dari kekayaannya, akan ada sedikit pengeluaran untuk memberikan penghasilan kepada para pekerja, dan amal bagi orang miskin. QS Asy-Syu’ara 26:151-2. QS An-Nisa’ 4: 36-70.
Nabi Muhammad SAW telah bersabda: “Ada tiga hal yang akan menyelamatkan manusia: takut kepada Allah SWT ketika sendirian atau diantara orang banyak, bersikap layak ketika kaya atau miskin dan bersikap lemah lembut ketika dalam keadaan tenang atau marah.” (HR At-Thabrani dan Al-Baihaqi) hlm 162-163

No comments:

Post a Comment

Kerangka SNLKI OJK 2017

Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (Revisit 2017) Otoritas Jasa Keuangan BAB 1 Menuju Masyarakat Indonesia yang Well-literate...