Monday 7 May 2018

Literatur: Asas-asas Ekonomi Islam

LITERATUR 8

Judul : Asas-asas Ekonomi Islam
Nama Penulis : M. Sholahuddin, S.E., M.Si.
Tahun : 2007
Penerbit : PT RajaGrafindo Persada
Keterangan : -

Pilihan Perilaku Manusia (hlm 25)
Saat ini ideologi kapitalisme merupakan ideologi yang dominan di seluruh dunia dan menjadi tolok ukur perbuatan mayoritas masyarakat. Pemisahan agama dari kehidupan merupakan asas yang memunculkan ideologi ini. Dan para penganut ideologi ini menjadikan tolok ukur manfaat dalam segenap aktivitasnya termasuk perilaku ekonomis. Mereka beranggapan bahwa setiap permintaan masyarakat harus segera dipenuhi tanpa memandang halal dan haram, selama hal itu menguntungkan.
Di lain pihak, ideologi sosialisme meski telah mengalami era kehancuran, namun masih tetap diperjuangkan oleh para pengikut fanatiknya. Ideologi ini muncul dari konsep materialisme. Mereka meyakini bahwa kehidupan di dunia adalah materi, muncul dari materi dan musnah menjadi materi kembali. Kemiripan dengan ideologi kapitalisme adalah menyatakan bahwa urusan kehidupan manusia adalah mutlak hak manusia. Manusia bebas untuk menentukan aturan sendiri berdasar konsep demokrasi. Hanya bedanya, ideologi ini menafikan sama sekali adanya Tuhan dan menganggap agama adalah candu masyarakat.

Pemanfaatan Harta Pribadi (hlm 129)
Ketentuan pertama dalam syariah tentang kepemilikan ialah kekayaan dilarang untuk dimiliki kecuali untuk dimanfaatkan. Tindakan memiliki harta dan dibiarkan tidak dinikmati jika dilaksanakan oleh setiap individu dalam masyarakat akan menyebabkan produktivitas dan perekonomian menjadi terganggu. Seseorang yang telah memiliki harta kekayaan, namun tidak mau memanfaatkannya dianggap sebagai orang yang bertindak bakhil dan akan mendapatkan dosa. Karena, Allah menganugrahkan kekayaan sebagai sebuah kenikmatan yang layak untuk dinikmati. QS Al-Isra’: 29 dan QS Al-A’raf: 32. “Sesungguhnya Allah mewajibkan kepada hamba-Nya agar menampakkan tanda-tanda kenikmatan-Nya.” (HR Imam At-Tirmidzi). “Orang yang menguasai tanah yang tidak bertuan tidak lagi berhak atas tanah itu jika setelah tiga tahun menguasainya, ia tidak menggarapnya dengan baik.” Aisyah meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Siapa saja yang mengerjakan tanah tak bertuan akan lebih berhak atas tanah itu.” (HR Bukhari)

Kategori Pemanfaatan Harta Milik Pribadi (hlm 132)
Aturan dalam penggunaan harta secara langsung (konsumtif) dapat mendorong terjadinya pemerataan.
Dalam sebuah hadits riwayat Abu Daud Rasulullah Saw bersabda: “Seseorang pada hari akhir nanti pasti akan ditanya tentang 4 perkara: tentang umurnya untuk apa ia dihabiskan, tentang masa mudanya untuk apa ia pergunakan, tentang hartanya dari mana ia dapatkan dan untuk apa ia nafkahkan, dan tentang ilmu, apa yang ia lakukan dengan ilmunya itu.” Hadits ini menyebutkan bahwa hisab harta itu bukan sekadar darimana harta diperoleh melainkan juga untuk apa harta itu dipergunakan. Ketetapan pemanfaatan harta dalam Islam sebagai berikut:
a. Zakat merupakan kewajiban bagi mereka yang telah mencapai nishab.
b. Nafkah kepada diri sendiri dan orang-orang yang wajib dinafkahi seperti istri, orang tua, dan anak-anak, hukumnya fardhu.
c. Silaturahim dengan saling memberi hadiah hukumnya Sunnah.
d. Sedekah kepada fuqara dan yang membutuhkan hukumnya Sunnah.
e. Infak untuk kegiatan dakwah Islam hukumnya fardu kifayah.
Penggunaan harta yang diharamkan terdiri dari: (1) haram zatnya, (2) haram selain zatnya seperti tadlis, taqtir, ihtikar, bai’ najasy, gharar, riba, israf dan tabdzir, (3) tidak sah akadnya. Diantara beberapa transaksi yang dilarang dalam Islam adalah:
1. Israf dan tabdzir yaitu menafkahkan hartanya untuk berbagai hal yang diharamkan oleh Allah, seperti untuk melakukan kemaksiatan, membeli barang yang diharamkan, digunakan untuk menyuap (risywah), dan sebagainya. Israf dan tabdzir walaupun sekilas tampaknya ikut berperan mendorong beredarnya harta, namun apabila dilihat lebih jauh sebenarnya peredaran harta tersebut hanya akan berputar pada barang atau jasa yang haram saja. Hal itu tentunya akan menyebabkan terakumulasinya harta pada sektor-sektor yang halal akan mengalami hambatan dalam perputarannya.
2. Taraf yang diharamkan adalah berfoya-foya atau bermewah-mewah dengan jalan melakukan tindakan penyalahgunaan nikmat, sombong dan membangkang karena banyaknya nikmat. Sebagaimana pada israf dan tabdzir, taraf juga akan membawa implikasi yang sama, yaitu akan mendorong harta berputar pada sektor yang diharamkan.
3. Taqtir (kikir) yang diharamkan adalah tidak mau menafkahkan hartanya untuk keperluan yang haq, seperti: tidak mau menafkahi orang yang menjadi tanggungan kewajibannya, tidak mau membayar zakat dan sebagainya.

Prioritas Pemanfaatan
QS An-Nur: 33 dan QS Al-Hadid: 7 memerintahkan kepada setiap orang yang memiliki harta kekayaan agar menafkahkan harta yang dirizkikan-Nya kepada kita. Pedoman-pedoman pokok yang harus dipegang pada saat kita akan membelanjakan harta adalah bahwa kita harus mengetahui skala prioritas yang benar agar pembelanjaan itu mendatangkan keberkahan. Jika kita mengkaji hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan masalah nafkah ini, akan kita temukan bahwa prioritas utama pembelanjaan harta adalah untuk melaksanakan kewajiban, kemudian amalan Sunnah baru kemudian akivitas yang mubah. Sedangkan aktivitas yang hukumnya makruh sebaiknya kita tinggalkan apalagi aktivitas yang haram maka tentunya harus ditinggalkan. Beberapa hukum prioritas pemanfaatan adalah sebagai berikut:
1. Harta yang dimiliki wajib dinafkahkan untuk keperluan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya. Pertama untuk anak-anak dan istri, kedua orang tua dan karib kerabat yang menjadi tanggungan.
2. Bagi yang mempunyai kelebihan harta yang telah mencukupi nishab dan haul wajib mengeluarkan zakat.
3. Wajib menafkahkan harta dalam rangka jihad fi sabilillah yaitu dalam rangka menyebarkan Islam ke seluruh masyarakat yang ada di dunia.
4. Disunnahkan menafkahkan harta kekayaan manakala kebutuhan primer kita telah terpenuhi, kepada karib kerabat atau famili yang tidak menjadi ahli waris kita. “Sedekahkanlah kepada dirimu sendiri. Bila masih ada lebihnya, maka untuk keluargamu. Bila masih ada lebihnya, sedekahkanlah kepada famili terdekatmu. Bila masih ada sisa-sisanya, sedekahkanlah kepada orang lain yang ada di sebelah depanmu, sebelah kananmu, dan sebelah kirimu.” (HR Khamsah).
5. Sedekah bisa diberikan kepada orang-orang lain yang kita sukai, baik tetangga maupun teman dekat.
Infaq dan sedekah hanya dilakukan jika kita kelebihan harta dari kebutuhan primer kita. Kalau tidak lebih maka tidak ada keharusan untuk itu. (hlm 140)

No comments:

Post a Comment

Kerangka SNLKI OJK 2017

Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (Revisit 2017) Otoritas Jasa Keuangan BAB 1 Menuju Masyarakat Indonesia yang Well-literate...